Friday, November 8, 2019

MANAJEMEN, PROSES, DAN SISTEM PRODUKSI

10:02 PM 0 Comments

Pengertian Manajemen Produksi
Manajemen produksi merupakan salah satu bagian dari bidang manajemen yang mempunyai peran dalam mengoordinasikan berbagai kegiatan untuk mencapai tujuan. Untuk mengatur kegiatan ini, perlu dibuat keputusan-keputusan yang berhubungan dengan usaha-usaha untuk mencapai tujuan agar barang dan jasa yang dihasilkan sesuai dengan apa yang direncanakan. Dengan demikian, manajemen produksi menyangkut pengambilan keputusan yang berhubungan dengan proses produksi untuk mencapai tujuan organisasi atau perusahaan.

Perkembangan Manajemen Produksi
Manajemen produksi berkembang pesat karena adanya beberapa faktor, yaitu:
1.    Adanya Pembagian Kerja (division of labour) dan Spesialisasi
Agar produksi efektif dan efisien, produsen hendaknya menggunakan metode ilmiah dan azas-azas manajemen. Pembagian kerja memungkinkan dicapainya tingkat dan kualitas produksi yang lebih baik bila disertai dengan pengolahan yang baik, dan akan mengurangi biaya produksi sehingga dapat tercapainya tingkat produksi yang lebih tinggi.
2.    Revolusi Industri
Revolusi Industri merupakan suatu peristiwa penggantian tenaga manusia dengan tenaga mesin. Revolusi itu merupakan perubahan dan pembaharuan radikal dan cepat dibidang perdagangan, industri, dan tekhnik di Eropa.
Perkembangan revolusi industri terlihat pada:
a.     Bertambahnya penggunaan mesin.
b.    Efisiensi produksi batu bara, besi, dan baja.
c.     Pembangunan jalan kereta api,alat transportasi, dan komunikasi
d.    Meluasnya sistem perbankan dan perkreditan.
3.    Perkembangan alat dan tekhnologi yang mencakup penggunaan komputer
Sehingga banyak hal pada manajer produksi mengintegrasikan tekhnologi canggih kedalam bisnisnya.
4.   Perkembangan ilmu dan metode kerja yang mencakup metode ilmiah, hubungan antar manusia, dan model keputusan
Penggunaan metode ilmiah dalam mengkaji pekerjaan memungkinkan ditemukannya metode kerja terbaik dengan pendekatan sebagai berikut:
a.     Pengamatan (observasi) atas metode kerja yang berlaku
b.     Pengamatan terhadap metode kerja melalui pengukuran dan analisis ilmiah
c.     Pelatihan pekerja dengan metode baru
d.    Pemanfaatan umpan balik dalam pengelolaan atas proses kerja

Proses Produksi
Proses produksi adalah suatu kegiatan yang menggabungkan berbagai faktor produksi yang ada dalam upaya menciptakan suatu produk, baik itu barang atau jasa yang memiliki manfaat bagi konsumen. Proses produksi disebut juga sebagai kegiatan mengolah bahan baku dan bahan pembantu dengan memanfaatkan peralatan sehingga menghasilkan suatu produk yang lebih bernilai dari bahan awalnya.
Hasil dari kegiatan produksi adalah barang dan jasa. Barang merupakan sesuatu yang memiliki sifat-sifat fisik dan kimia, serta mempunyai masa waktu. Sedangkan jasa merupakan sesuatu yang tidak memiliki sifat-sifat fisik dan kimia, serta tidak mempunyai jangka waktu antara produksi dengan konsumsi.

Tujuan Produksi
Adapun beberapa tujuan proses produksi adalah sebagai berikut:
Ø  Untuk menghasilkan suatu produk (barang/jasa).
Ø  Untuk menjaga keberlangsungan hidup suatu perusahaan.
Ø  Untuk memberikan nilai tambah/value terhadap suatu produk.
ØUntuk mendapatkan keuntungan sehingga tercapai tingkat kemakmuran yang diinginkan.
Ø  Untuk mengganti produk yang rusak, kadaluarsa, atau telah habis.
Ø  Untuk memenuhi permintaan pasar, baik pasar domestik maupun internasional.

Karakteristik Produksi
Dalam proses mengelola kegiatan produksi terdapat ciri-ciri tertentu. Berikut ini adalah beberapa karakteristiknya berdasarkan proses, sifat, dan jangka waktunya:
1. Berdasarkan Proses
· Produksi langsung, kegiatan ini mencakup produksi primer dan produksi sekunder. Produksi primer, yaitu kegiatan produksi yang diambil dari alam secara langsung. Misalnya, pertanian, pertambangan, perikanan, dan lain-lain. Produksi sekunder, yaitu proses produksi dengan menambahkan nilai lebih pada suatu barang yang ada. Misalnya kayu untuk membuat rumah, baja untuk membuat jembatan, dan lain-lain.
·    Produksi tidak langsung, yaitu kegiatan produksi dengan memberikan hasil dari keahlian atau jasa. Misalnya, jasa montir, jasa kesehatan, jasa konsultasi, dan lain-lain.
2. Berdasarkan Sifat Proses Produksi
·  Proses ekstraktif, yaitu kegiatan produksi dengan mengambil produk secara langsung dari alam.
·     Proses analitik, yaitu kegiatan produksi yang melakukan pemisahan suatu produk menjadi lebih banyak dengan bentuk yang mirip seperti aslinya.
·  Proses fabrikasi, yaitu kegiatan mengubah suatu bahan baku menjadi suatu produk yang baru.
·   Proses sintetik, yaitu kegiatan menggabungkan beberapa bahan menjadi suatu bentuk produk. Proses ini disebut juga dengan perakitan.
3. Berdasarkan Jangka Waktu Produksi
·   Produksi terus menerus, yaitu produksi yang memakai berbagai fasilitas untuk menciptakan produk secara terus menerus. Proses ini umumnya dalam skala besar dan tidak terpengaruh waktu dan musim.
·  Produksi terputus-putus, yaitu produksi yang kegiatannya berjalan dilakukan tidak setiap saat, tergantung musim, pesanan, dan faktor lainnya.

Jenis Produksi
Dalam pelaksanaannya, proses ini memerlukan waktu yang berbeda-beda, ada yang singkat, dan ada juga yang prosesnya cukup panjang. Berdasarkan cara pelaksanaannya, proses produksi dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu:
1. Produksi Jangka Pendek
Kegiatan produksi yang cepat dan langsung menghasilkan produk (barang/jasa) bagi konsumen. Contohnya adalah produksi makanan seperti roti bakar, cakwe, gorengan, dan lain-lain.
2. Produksi Jangka Panjang
Kegiatan produksi yang membutuhkan waktu yang cukup lama. Misalnya, menanam padi, menanam kopi, membangun rumah, dan lain-lain.
3. Produksi Terus-Menerus
Kegiatan produksi yang melakukan pengolahan berbagai bahan baku secara bertahap hingga menjadi suatu barang jadi, dimana prosesnya berlangsung secara terus menerus. Misalnya, pabrik yang memproduksi kertas, gula, karet, dan lain-lain.
4. Produksi Berselingan
Kegiatan produksi yang mengolah bahan-bahan baku dengan cara menggabungkannya menjadi suatu barang jadi. Misalnya proses pembuatan sepeda motor, dimana setiap bagiannya diproduksi secara terpisah (stir, ban, mesin, knalpot, dan lainnya). Proses penggabungan bagian-bagian tersebut menghasilkan sebuah sepeda motor.

Ruang Lingkup Manajemen Produksi
Ruang lingkup manajemen produksi dikelompokkan berdasarkan tingkat keputusan strategis yang mempengaruhi sistem produksi dan pada keputusan tingkat operasi.
Ø  Keputusan Tingkat Strategis
Merupakan keputusan jangka panjang yang berkaitan dengan desain produk dan sistem produksi, meliputi :
1.    Identifikasi dan Desain Produk
Produk harus dirancang sedemikian rupa sehingga sesuai harapan konsumen. Harus ada analisa pada tahap desain untuk menghindari biaya yang tidak diinginkan.
2.   Desain dan Perencanaan Proses
Melibatkan teknologi yang tepat untuk konversi bahan baku menjadi produk. Pada tahap ini, dilakukan perencanaan proses tingkat makro.
3.   Pemilihan Lokasi Pabrik dan Perencanaan Tata Letak
Pertimbangan harus diberikan kepada semua faktor yang mempengaruhi lokasi.
4.   Desain Sistem Penanganan Material
Pemilihan sistem penanganan material tergantung pada jarak antar bagian tempat produksi, intensitas aliran dan ukuran, bentuk serta sifat material yang akan ditangani.
5.   Perencanaan Kapasitas
Pada keputusan ini  merupakan fungsi dari volume permintaan yang berkaitan dengan pengadaan aset tetap seperti pabrik dan mesin, meliputi ukuran pabrik, output, dan sebagainya.

Ø  Keputusan Tingkat Operasional
Keputusan tingkat operasional merupakan keputusan jangka pendek yang berkaitan dengan perencanaan dan pengendalian kegiatan produksi, meliputi:
1.    Perencanaan Produksi
Berkaitan dengan penentuan arah tindakan di masa depan mengenai produksi untuk mencapai tujuan organisasi.
2.   Pengendalian Produksi
Teknik manajemen yang bertujuan untuk melihat bahwa kegiatan dilakukan sesuai rencana. Aktivitas pengendalian produksi dilakukan untuk membandingkan sekaligus mengontrol output aktual dengan output standar.
3.   Kegiatan lainnya
Meliputi kontrol inventaris, pemeliharaan dan penggantian, pengurangan biaya dan kontrol biaya serta desain sistem kerja.

Fungsi Manajemen Produksi
Menurut Sofian Assauri (2004: 22), ada empat fungsi terpenting pada manajemen produksi, diantaranya:
1. Perencanaan
Keterkaitan dan pengorganisasian kegiatan produksi yang akan dilakukan dengan dasar waktu atau periode tertentu. Dengan perencanaan yang baik maka akan meminimalisir biaya produksi sehingga perusahaan bisa menentukan harga yang sehat dan meraih untung yang besar.
2. Proses Pengolahan
Metode atau teknik yang digunakan untuk mengolah masukan (input). Proses ini sangat penting untuk pemanfaatan sumber daya secara maksimal dan efisien.
3. Jasa Penunjang
Sarana yang diperlukan untuk penetapan dan metode yang digunakan agar proses pengolahan bisa dilakukan secara efektif dan efisien. Hal ini seringkali diperlukan guna membantu perusahaan bersaing secara sehat dengan meningkatkan produksi dan hasil yang berkualitas.
4. Pengendalian/ Pengawasan
Fungsi untuk menjamin pelaksanaan kegiatan sesuai dengan perencanaan, dengan begitu maksud dan tujuan dalam menggunakan dan pengolahan masukan (input) dapat dilaksanakan.

Sistem Produksi
Sistem Produksi adalah satu rangkaian operasi yang mengolah atau memproses input berupa bahan mentah (raw material), bahan setengah jadi (intermediate product), part, komponen dan/atau rakitan (subassembly) untuk menghasilkan output bernilai tambah (value added product) atau produk akhir (finished good) dengan mempergunakan sumber daya (resource) dari elemen teknologi (mesin, peralatan, fasilitas produksi dan energi) dan elemen organisasi (tenaga kerja, manajemen, informasi dan modal).
Ø Sistem Produksi berdasarkan strateginya untuk memenuhi kebutuhan pasar (product positioning strategy)
1.     Engineering to order  (ETO), adalah sistem produksi yang dibuat bila pemesan meminta produsen membuat produk mulai dari proses perancangan.
2.  Assembly to order  (ATO), merupakan sistem produksi di mana produsen membuat desain standar, modul operasional standar. Selanjutnya, produk durakit sesuai dengan modul dan permintaan konsumen. Contoh perusahaan yang menerapkan sistem ini adalah pabrik mobil.
3. Make to order  (MTO), yakni sistem produksi dimana produsen akan menyelesaikan pekerjaan akhir suatu produk jika ia telah menerima pesanan untuk item tersebut.
4.  Make to stock  (MTS), sistem produksi di mana barang akan diselesaikan produksinya sebelum ada pesanan dari konsumen.

Ø Sistem Produksi berdasarkan strateginya dengan mengatur sumber daya (process positioning strategy)
1.  Flow Shop adalah sistem produksi yang menghasilkan produk-produknya dengan aliran atau urutan proses sama atau serupa. Aliran proses keseluruhan produk adalah tetap.
2.    Batch Production adalah sistem produksi yang menghasilkan produk-produknya dengan memproses secara bersama satu ukuran lot atau batch di setiap proses dengan satu kali setup. Aliran atau urutan proses dari masing-masing produk adalah mirip.
3.     Job Shop adalah sistem produksi yang menghasilkan produk-produknya dengan aliran atau urutan proses yang beragam. Urutan proses satu produk dapat menjadi aliran balik produk yang lain.
4. Cell Manufacturing adalah sistem produksi yang menghasilkan produk-produknya dengan komponen-komponen yang terkelompok mempunyai kemiripan urutan proses. Urutan proses komponen dalam satu kelompok cell adalah mirip.
5.   Project adalah sistem produksi yang menghasilkan produk-produknya dengan aliran atau urutan proses yang unik sesuai rancangan order pesanan. Urutan proses sangat tergantung dari jaringan dependensi aktivitas proses produksinya.

Tuesday, October 15, 2019

PERKEMBANGAN FRANCHISE DI INDONESIA

2:19 AM 0 Comments

Pengertian Franchise
Franchise atau bisa juga disebut sebagai Waralaba dalam Bahasa Indonesia, adalah tipe bisnis yang dimiliki dan dioperasikan oleh individu-individu yang berbeda tetapi memiliki nama brand yang sama, sehingga brand-nya terlihat sangat besar dan tersebar dimana-mana (biasanya bahkan secara internasional). Franchise juga merupakan hubungan yang salah satu pihaknya diberikan hak untuk memanfaatkan dan menggunakan hak dari kekayaan intelektual (HAKI) atau pertemuan ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pihak lain tersebut dalam rangka penyediaan atau penjualan barang dan jasa. Franchise di Indonesia tergolong banyak dan berbagai jenisnya, mulai dari franchise makanan sampai jasa pengiriman.

Sejarah Franchise
Pada abad pertengahan, awal kemunculan franchising di Eropa ditandai oleh hubungan antara para tuan tanah dan buruh atau budak-budak mereka. Para tuan tanah memberikan hak kepada buruh atau budak untuk mengolah lahan, berburu, menjual hasilnya, atau melakukan bisnis para tuan tanah di lahan tersebut.
Isaac M. Singer (1811-1875) menandai munculnya franchise di Amerika dengan bisnis mesin jahitnya. Isaac menggunakan franchise untuk menambah jangkauan distribusi pasarnya dengan cepat. Format franchise-nya adalah dengan memberikan hak penjualan mesin jahitnya dan tanggung jawab pelatihan kepada franchise-nya.
Format bisnis franchising, yaitu dengan memberikan lisensi nama atau trademarks dan konsep bisnis kepada franchise mulai bermunculan dan menjadi booming setelah Perang Dunia II berakhir. Para pelopor franchise di Amerika, diantaranya:
o   John S. Pemberton berhasil mewaralabakan Coca-Cola.
o   General Motors Industry ditahun 1898 mewaralabakan industri mobil.
o   Western Union dengan sistem telegraphnya.
o  McDonald yang merupakan waralaba skala dunia yang paling sukses.
Dengan semakin banyak franchise yang bermunculan, kebutuhan akan hukum dan perlindungan terhadap konsumen dibutuhkan. Maka terbentuklah Asosiasi Franchise Internasional (International Franchise Association) pada tahun 1960 yang anggotanya terdiri dari franchisor, franchise dan pemasok.
Franchise saat ini didominasi oleh franchise tipe rumah makan siap saji. Kecenderungan ini dimulai pada tahun 1919 ketika A&W Root Beer membuka restauran cepat sajinya. Pada tahun 1935, Howard Deering Johnson bekerjasama dengan Reginald Sprague untuk memonopoli usaha restauran modern. Gagasan mereka adalah membiarkan rekanan mereka untuk mandiri menggunakan nama yang sama, makanan, persediaan, logo dan bahkan membangun desain sebagai pertukaran dengan suatu pembayaran.
Dalam perkembangannya, sistem bisnis ini mengalami berbagai penyempurnaan terutama di tahun l950-an yang kemudian dikenal menjadi waralaba format bisnis (business format) atau sering pula disebut sebagai waralaba generasi kedua. Perkembangan sistem waralaba yang demikian pesat terutama di negara asalnya, AS, menyebabkan waralaba digemari sebagai suatu sistem bisnis diberbagai bidang usaha, mencapai 35 persen dari keseluruhan usaha ritel yang ada di AS. Sedangkan di Inggris, berkembangnya waralaba dirintis oleh J. Lyons melalui usahanya Wimpy and Golden Egg, pada tahun 60-an. Bisnis waralaba tidak mengenal diskriminasi. Pemilik waralaba (franchisor) dalam menyeleksi calon mitra usahanya berpedoman pada keuntungan bersama, tidak berdasarkan SARA.

Perkembangan Franchise Di Indonesia
Waralaba sebagai format bisnis mulai di kenal di Indonesia pada awal tahun 1980, dibidang Restoran Siap Saji (Fast Food Restaurant), seperti KFC, Pioneer Take out. Sedangkan Franchise (waralaba) generasi pertama yang cenderung disebut lisensi memang telah lebih dahulu dikenal, antara lain seperti; Coca-cola, obat-obatan, dsb.
Perkembangan Waralaba di Indonesia, khususnya di bidang rumaah makan siap saji sangat pesat. Hal ini ini dimungkinkan karena para pengusaha kita yang berkedudukan sebagai penerima waralaba (franchise) diwajibkan mengembangkan bisnisnya melalui master franchise yang diterimanya dengan cara mencari atau menunjuk penerima waralaba lanjutan. Konsep franchise pertama kali berkembang di Indonesia pada tahun 1970an, dengan berdirinya KFC, Swensen, dan Shakey Pisa yang kemudian diikuti oleh Burger King dan Seven Eleven.
Pada tahun 1990,melihat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang semakin membaik, politik yang stabil dan keamanan yang terjamin, para investor dari luar negeri mulai melirik Indonesia dan di sini, franchise asing mulai booming di pasar Indonesia. Pada tahun 1992, di Indonesiat terdapat 29 franchise yang berasal dari luar negeri dan 6 franchise lokal, dan secara keseluruhan, di Indonesia tersebar sekitar 300 outlet. Pada tahun 1997, jumlah franchisor meningkat hingga 265 franchise, di mana terdapat 235 franchise internasional dan 30 franchise local serta jumlah keseluruhan outlet adalah 2000. Pada tahun 1997, terjadi krisis moneter di Indonesia. Pada saat ini, diikuti oleh krisis ekonomi dan politik di Indonesia pada tahun 1998 yang mengakibatkan jatuhnya industri franchise di Indonesia. Banyak franchisor asing yang meninggalkan Indonesia dan hampir sekitar 500 outlet yang tutup oleh karena kondisi yang tidak mendukung ini. Pada saat itu, jumlah franchise dari luar negeri yang beroperasi di Indonesia menurun dari 230 hingga 170-180 franchise. Tetapi justru pada saat ini, franchise lokal mulai memadati pasar franchise Indonesia dari 30 meningkat hingga lebih dari 85 merek produk yang berkembang.
Hingga saat ini, franchise lokal berkembang hingga 360 merek produk, di mana terdapat 9000 outlet, baik sebagai franchise ataupun company owned. Pesatnya perkembangan Waralaba daerah perkotaan di Indonesia, karena didukung oleh jumlah populasi yang tinggi dan daya beli yang baik, disamping pola makan masyarakat bisnis (middle-up) yang cenderung makan diluar rumah.

Pengertian Perusahaan Kecil
Secara umum perusahaan adalah suatu unit kegiatan produksi yang mengolah sumber ekonomi untuk menyediakan barang dan jasa dalam rangka memuaskan kebutuhan masyarakat dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan. Perusahaan kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil, dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana diatur dalam undang-undang. Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil adalah kegiatan ekonomi yang dimiliki dan menghidupi sebagian besar rakyat.

Ciri-Ciri Perusahaan Kecil

  1. Manajemen berdiri sendiri, dengan kata lain tidak ada pemisahan yang tegas antara pemilik dengan pengelola perusahaan. Pemilik adalah sekaligus pengelola dalam UKM.
  2. Modal disediakan oleh seorang pemilik atau sekelompok kecil pemilik modal.
  3. Daerah operasinya umumnya lokal, walaupun terdapat juga UKM yang memiliki orientasi luar negeri, berupa ekspor ke negara-negara mitra perdagangan
  4. Ukuran perusahaan, baik dari segi total aset, jumlah karyawan, dan sarana prasarana yang kecil.
  5. Kegiatan atau jenis usaha yang dilakukan cenderung atau pada umumnya bersifat usaha informal dan juga jarang memiliki sebuah perencanaan usaha.
  6. Struktur organisasi biasanya bersifat sederhana.
  7.  Pembagian kerja yang longgar di dampingi dengan jumlah tenaga kerja yang tidak terlalu banyak dan terbatas.
  8. Kekayaan pribadi dan kekayan usaha tidak dipisahkan pada umumnya.
  9. Penenkanan biaya yang cenderung agak sukar karena minimnya sistem akutansi.
  10. Kentungan yang biasanya hanya memiliki margin yang tipis.

Kelebihan dan Kekurangan Perusahaan Kecil
Kelebihan Perusahaan Kecil
1. Kecepatan Inovasi
Kekuatan lainnya dalam menjalankan bisnis UKM adalah, tidak adanya hirarki dan kontrol yang terlalu kaku seperti perusahaan besar kebanyakan dimana membuat para pekerjanya memiliki gerak yang lebih luas dan dapat menyumbangkan ide mereka. Bisnis dengan skala yang kecil dan memiliki kebebasan lebih dibandingkan bisnis besar membuat pekerjanya dapat secara leluasa menyalurkan ide-ide secara kreatif dan inovatif yang belum memiliki banyak pesaing. Tidak hanya itu, produk-produk dan ide-ide baru tersebut dapat dirancang, digarap dan diluncurkan dengan segera.
2. Menciptakan Lapangan Kerja
Pemilik bukanlah satu-satunya orang yang mendapatkan keuntungan dalam membangun usaha kecil menengah. Pemerintah dan masayarakat pun juga banyak diuntungkan dari usaha ini. Karena dengan banyaknya usaha kecil menengah yang tumbuh di Indonesia, semakin banyak lapangan pekerjaan yang tercipta dan juga peningkatan penghasilan dalam negeri. Maka dari itu tidak heran usaha kecil menengah menjadi salah satu kekuatan penggerak roda perekonomian di Indonesia.
3. Fokus Dalam Satu Bidang
Usaha kecil menengah tidak wajib untuk selalu mengikuti permintaan pasar seperti layaknya perusahaan besar yang selalu mengikuti arus pertumbuhan jaman. Usaha ini dapat fokus dalam satu bidang usaha tertentu. Untuk mengembangkan usahanya, pemilik bisa menghadirkan inovasi-inovasi atau ide kreatif yang bisa diaplikasikan pada produk yang dijual. Contohnya, sebuah usaha kerajinan rumahan bisa fokus menggarap satu model atau jenis kerajinan tertentu dan cukup melayani permintaan konsumen tertentu untuk bisa mencapai laba.
4. Kebebasan Menentukan Harga
Usaha kecil menengah memiliki kekuatan lebih dalam menentukan harga barang maupun produksi jasa dibandingkan dengan usaha besar. Hal ini karena pemilik UKM sendirilah yang memegang aset dan sumber kekayaan juga hasil produksi sehingga mereka lebih leluasa dalam menentukan harga barang yang mereka jual ke pasaran.
5. Fleksibilitas Operasional
Usaha kecil menengah biasanya dikelola oleh tim kecil yang masing-masing anggotanya memiliki wewenang untuk menentukan keputusan. Hal ini lah yang membuat pergerakan dalam bisnis UKM lebih fleksibel dan membuat para karyawan yang bekerja memiliki ruang gerak dan ruang berpikir yang lebih luas. Selain itu, kecepatan reaksi bisnis ini terhadap segala perubahan seperti trend produk, selera konsumen,dll cukup tinggi, sehingga bisnis skala kecil ini lebih kompetitif.
6. Biaya Operasional yang Rendah
Kebanyakan usaha kecil menengah bekerja dari domisilinya masing-masing tanpa memiliki ruang perkantoran yang tetap. Meski begitu, hal ini juga dapat menjadi salah satu keuntungan dalam bisnis UKM. Karena biaya operasional yang dikeluarkan oleh perusahaan tidak terlalu besar. Apabila dilihat lebih jauh lagi, usaha kecil menengah mendapatkan biaya sokongan dari pemerintah, organisasi non-pemerintah dan bank dalam bentuk kemudahan pajak, donasi atau uang tunai secara langsung. Faktor ini menjadi dukungan besar bagi para usahawan yang menjalankan usaha kecil menengah.

Kekurangan Perusahaan Kecil
1. Sedikitnya Anggaran dan Pembiayaan
Usaha berskala kecil biasanya memiliki anggaran yang lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan besar dalam menjalankan usahanya. Hal ini disebabkan karena sumber anggaran modal biasanya hanya bersumber dari pemilik usaha saja. Sumber dana pemiliki usaha sendiri pun bisa beragam seperti pinjama atau kredit usaha. Oleh karena itu, para usahawan UKM harus mengatur anggaran se-efisien mungkin demi kelancaran operasional usaha. Kekurangan pembiayaan operasional yang tidak dicegah bisa mengakibatkan pailit, sebab kapasitas UKM untuk membayar hutang hampir tidak ada.
2. Waktu yang Singkat Untuk Melengkapi Kebutuhan
Sebab sedikitnya para pengambil keputusan dalam usaha kecil menengah, para usahawan terpaksa harus pontang-panting berusaha memenuhi kebutuhan pokok bisnisnya seperti produksi, sales dan marketing. Hal ini bisa mengakibatkan tekanan yang cukup besar dan membuat para usahawan menjadi tidak fokus dalam menyelesaikan permasalahan satu persatu.
3. Manajemen Karyawan
Karena memiliki lingkup kerja bisnis yang lebih kecil dibandingkan bisnis besar, usaha UKM biasanya memiliki kelemahan dalam manajemen karyawan dimana pemilik akan kesulitan dalam pembagian kerja yang proposional pada karyawan. Hal ini terjadi karena biasanya bisnis usaha ini memiliki karyawan yang terbatas sehingga mereka terkadang harus melakukan dua atau lebih pekerjaan sekaligus hingga terkadang bekerja melewati batasan jam kerja. Selain itu, terbatasnya pekerja juga bisa menimbulkan masalah, salah satunya adalah ketika pekerja mengundurkan diri atau berhenti secara tidak langsung akan membuat pemiliki kesulitan dalam mencari pengganti pekerja. Tidak hanya itu, hal ini juga akan memakan waktu yang mana bisa menyebabkan jalannya produksi bisa terhambat.
4. Tekanan Dari Luar
Tidak hanya tekanan dari dalam perusahaannya sendiri, tetapi tekanan yang dialami oleh usaha kecil menengah dari luar juga banyak menghadang. Biasanya tekanan ini berasal dari kompetitor - kompetitor bisnis usaha serupa yang dijalankan. Contohnya seperti apabila bisnisnya menerima order dalam jumlah yang besar tanpa adanya daya produksi yang mengimbangi atau adanya kemungkinan dari perusahaan lebih besar yang melancarkan serangan yang tidak fair demi menyingkirkan pesaing potensialnya.
5. Kurangnya Tenaga Ahli
Usaha kecil menengah kebanyakan tidak mampu untuk membayar jasa tenaga ahli untuk mengerjakan pekerjaan tertentu yang disebabkan karena keterbatasan dana yang dimiliki. Hal ini merupakan kelemahan terbesar bagi para usaha kecil menengah apabila dibandingkan dengan lembaga bisnis besar yang mampu mempekerjakan orang yang sudah ahli dalam bidangnya. Akibatnya, kemampuan bersaing bisnis skala kecil di pasar yang luas menjadi sangat kecil.